Moskow, 24 September 2024 – Pemerintah Rusia mengeluarkan pernyataan keras mengecam serangan militer skala besar yang dilancarkan Israel terhadap Lebanon. Serangan ini dilaporkan menargetkan berbagai posisi militer dan sipil di Lebanon Selatan, memicu ketegangan yang sudah lama ada di wilayah tersebut. Rusia menyebut tindakan Israel sebagai eskalasi yang “tidak dapat diterima” dan meminta semua pihak untuk menahan diri guna mencegah potensi konflik yang lebih luas.
Eskalasi Konflik Israel-Lebanon
Serangan udara Israel yang diluncurkan pada Minggu malam, 23 September 2024, menghantam sejumlah target di Lebanon Selatan, termasuk basis militer yang diduga milik Hizbullah, kelompok militan yang berbasis di Lebanon dan memiliki hubungan erat dengan Iran. Serangan tersebut dianggap sebagai balasan atas rentetan roket yang ditembakkan dari wilayah Lebanon ke Israel beberapa hari sebelumnya. Menurut laporan dari sumber militer Israel, serangan tersebut ditujukan untuk “menghancurkan infrastruktur teroris” yang dianggap mengancam keamanan nasional Israel.
Namun, serangan ini menimbulkan korban jiwa di kalangan warga sipil. Beberapa laporan media setempat menyebutkan bahwa sejumlah warga sipil, termasuk anak-anak, menjadi korban akibat serangan ini, meskipun angka pasti masih belum bisa dikonfirmasi. Sebagai balasan, Hizbullah mengancam akan melakukan serangan lebih lanjut terhadap Israel, meningkatkan kekhawatiran internasional tentang kemungkinan pecahnya perang besar-besaran di Timur Tengah.
Reaksi Keras dari Rusia
Rusia, yang memiliki kepentingan strategis di Timur Tengah dan dikenal sebagai sekutu dekat Suriah serta memiliki hubungan diplomatik yang kuat dengan Lebanon, segera mengutuk tindakan militer Israel. Kementerian Luar Negeri Rusia dalam pernyataannya menyatakan bahwa serangan udara tersebut merupakan “pelanggaran berat terhadap kedaulatan Lebanon” dan tindakan ini hanya akan memperburuk situasi yang sudah sangat tegang di kawasan tersebut.
“Rusia mengecam keras serangan yang dilakukan Israel terhadap Lebanon, dan kami menyerukan kepada semua pihak untuk segera menghentikan aksi militer. Tindakan semacam ini tidak hanya menambah penderitaan warga sipil yang tidak berdosa, tetapi juga membahayakan stabilitas regional,” demikian pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Rusia yang dirilis pada Senin, 24 September 2024.
Moskow juga menegaskan bahwa mereka akan bekerja sama dengan negara-negara lain di Dewan Keamanan PBB untuk mencari solusi diplomatik atas eskalasi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia telah berperan aktif dalam berbagai upaya perdamaian di Timur Tengah, termasuk dalam konflik Suriah, dan kini memposisikan dirinya sebagai mediator potensial antara Israel dan Lebanon.
Respon Internasional
Serangan Israel terhadap Lebanon telah memicu gelombang reaksi internasional. Uni Eropa dan beberapa negara anggota PBB juga telah menyuarakan keprihatinan mereka atas eskalasi tersebut. Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyatakan bahwa PBB “sangat khawatir” dengan situasi yang berkembang di perbatasan Israel-Lebanon dan mendesak kedua belah pihak untuk segera menahan diri.
“Kami mendesak kedua pihak untuk mematuhi hukum internasional, terutama dalam hal melindungi warga sipil, dan untuk berupaya meredakan ketegangan melalui dialog, bukan kekerasan,” ujar juru bicara PBB dalam konferensi pers di New York.
Posisi Israel
Sementara itu, Israel membela tindakannya dengan menyatakan bahwa serangan udara tersebut merupakan respons atas ancaman nyata terhadap keamanan nasionalnya. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa Israel “tidak akan mentoleransi serangan apa pun dari pihak mana pun” dan bahwa negara tersebut berhak melindungi warganya dari ancaman teroris.
“Kami tidak mencari konfrontasi, tetapi kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi negara kami dan rakyatnya. Serangan ini adalah upaya kami untuk menghancurkan infrastruktur teroris yang secara langsung mengancam Israel,” kata Netanyahu.
Ketegangan Regional
Konflik antara Israel dan Lebanon, khususnya dengan Hizbullah, telah berlangsung selama beberapa dekade. Hizbullah, yang secara ideologis dan finansial didukung oleh Iran, dianggap oleh Israel sebagai ancaman terbesar di utara perbatasannya. Serangkaian konflik kecil hingga besar telah terjadi antara kedua pihak, dengan Perang Lebanon 2006 menjadi salah satu peristiwa paling mematikan yang melibatkan ribuan korban jiwa.
Namun, perkembangan baru-baru ini telah meningkatkan risiko terjadinya perang besar di wilayah yang sudah penuh dengan ketidakstabilan politik. Ketegangan antara Iran dan Israel, serta situasi yang memburuk di Suriah, juga memperburuk prospek perdamaian jangka panjang di Timur Tengah.
Panggilan untuk Diplomasi
Di tengah ketegangan yang terus memanas, berbagai negara dan organisasi internasional menyerukan dialog sebagai satu-satunya jalan keluar dari krisis ini. Amerika Serikat, yang memiliki hubungan erat dengan Israel, juga menyuarakan kekhawatiran atas perkembangan ini, meskipun Washington secara tradisional mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri.
Di sisi lain, beberapa analis politik menyatakan bahwa upaya diplomasi perlu lebih ditekankan agar mencegah terjadinya krisis kemanusiaan di Lebanon, yang sudah berada di bawah tekanan ekonomi akibat krisis keuangan yang berlarut-larut. Jika tidak segera diatasi, konflik ini berpotensi meluas dan memicu ketidakstabilan di seluruh kawasan Timur Tengah.
Kesimpulannya, serangan militer Israel terhadap Lebanon telah menambah lapisan baru dalam konflik berkepanjangan di Timur Tengah. Rusia, bersama dengan komunitas internasional, terus menyerukan dialog dan menghentikan tindakan kekerasan yang bisa memperburuk situasi. Meski demikian, hanya waktu yang akan menjawab apakah seruan ini akan direspons positif oleh kedua belah pihak yang berseteru.