Awal Mula Hilangnya Naomi Daviola hingga Ditemukan di Gunung Slamet
Purwokerto, Jawa Tengah – Hilangnya Naomi Daviola, seorang pendaki asal Jakarta, telah menarik perhatian publik selama beberapa hari terakhir. Kisahnya bermula dari perjalanan Naomi bersama sekelompok pendaki lainnya yang berencana untuk menaklukkan puncak Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah dengan ketinggian 3.428 meter di atas permukaan laut.
Naomi, yang dikenal sebagai pendaki berpengalaman, memulai pendakian pada hari Sabtu, 5 Oktober 2024. Bersama tim pendakinya, Naomi memulai perjalanan dari Pos Bambangan, salah satu jalur pendakian terpopuler di Gunung Slamet. Namun, situasi mulai berubah drastis pada hari kedua pendakian, saat Naomi dilaporkan terpisah dari kelompoknya.
Kronologi Hilangnya Naomi
Menurut kesaksian rekan-rekannya, Naomi terakhir kali terlihat pada sore hari, saat kelompok tersebut sedang beristirahat di Pos 5, sebuah area perhentian yang biasa digunakan pendaki untuk mengambil nafas sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak. Pada saat itu, Naomi disebutkan meninggalkan rombongan sejenak untuk memotret pemandangan sekitar, namun ia tidak kembali. Setelah menunggu lebih dari satu jam, kelompok pendaki tersebut memutuskan untuk mencari Naomi, namun tidak berhasil menemukannya.
Kekhawatiran semakin meningkat ketika komunikasi dengan Naomi tidak dapat dilakukan. Kondisi cuaca yang buruk, hujan lebat, serta angin kencang yang melanda area Gunung Slamet pada hari itu membuat pencarian semakin sulit. Setelah beberapa upaya pencarian mandiri tidak membuahkan hasil, kelompok pendaki akhirnya melaporkan hilangnya Naomi kepada pihak berwenang pada 6 Oktober 2024.
Upaya Pencarian
Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, dan relawan pendakian segera dikerahkan untuk melakukan pencarian di sekitar area di mana Naomi terakhir kali terlihat. Operasi pencarian dilakukan dengan menggunakan metode darat dan udara, mengingat medan yang sulit dijangkau serta cuaca yang tidak mendukung. Pencarian darat dilakukan dengan menyisir jalur pendakian dan area sekitar Pos 5 hingga ke Pos 7, yang merupakan salah satu titik tertinggi sebelum mencapai puncak.
Menurut laporan dari Basarnas, pencarian dilakukan siang dan malam, namun hingga dua hari pertama belum ada tanda-tanda keberadaan Naomi. Pada 7 Oktober, tim pencari menggunakan bantuan drone dan helikopter untuk memperluas area pencarian. Pada hari yang sama, beberapa barang pribadi milik Naomi, termasuk kamera dan tas kecil, ditemukan di dekat jurang yang berjarak sekitar 1,5 km dari Pos 5. Temuan ini memberikan petunjuk baru mengenai kemungkinan jalur yang ditempuh Naomi sebelum hilang.
Ditemukannya Naomi
Setelah pencarian intensif selama hampir tiga hari, Naomi akhirnya ditemukan oleh tim SAR pada 8 Oktober 2024, sekitar pukul 16.00 WIB. Ia ditemukan di sebuah lereng curam di sisi selatan Gunung Slamet, tidak jauh dari lokasi penemuan barang-barangnya. Meski dalam kondisi lemas dan mengalami luka ringan akibat jatuh, Naomi dinyatakan dalam kondisi selamat dan segera dievakuasi ke Posko Penyelamatan terdekat.
Menurut keterangan dari tim medis yang menangani Naomi, ia mengalami dehidrasi dan hipotermia ringan setelah beberapa hari berada di alam bebas tanpa perbekalan yang memadai. Naomi juga mengaku sempat terjebak di area tersebut setelah kehilangan orientasi arah akibat kabut tebal dan medan yang licin.
“Kami sangat bersyukur dapat menemukan Naomi dalam keadaan hidup. Medan di Gunung Slamet sangat berbahaya, terutama jika pendaki kehilangan arah di tengah kondisi cuaca yang buruk,” ujar Kepala Basarnas Jawa Tengah, I Made Suhardi, dalam konferensi pers setelah operasi penyelamatan.
Kesaksian Naomi
Setelah kondisinya stabil, Naomi menceritakan pengalamannya selama terpisah dari kelompok pendaki. Menurut Naomi, setelah terpisah dari kelompok, ia sempat mencoba mencari jalan kembali, namun karena kabut tebal yang menutupi jalur, ia tersesat di jalur yang salah. Naomi kemudian terjebak di area berbatu yang curam dan licin, sehingga sulit baginya untuk kembali ke jalur pendakian utama.
“Saya mencoba mencari jalan kembali, tapi kabut tebal membuat saya tidak bisa melihat apa-apa. Saya terus berjalan, tapi malah makin jauh dari jalur utama. Ketika sadar, saya sudah berada di area yang sulit untuk turun,” jelas Naomi.
Ia juga menyatakan bahwa selama terjebak, ia berusaha bertahan dengan mengandalkan persediaan air yang ia bawa serta melindungi dirinya dari suhu dingin dengan menggunakan pakaian lapis ganda. Naomi mengaku bahwa dukungan mental dan keinginannya untuk tetap hidup membantunya bertahan selama hari-hari yang sulit tersebut.
Pelajaran dari Insiden Ini
Kejadian yang menimpa Naomi Daviola kembali mengingatkan masyarakat akan pentingnya keselamatan dalam pendakian gunung. Gunung Slamet, dengan medan yang cukup menantang dan cuaca yang tak dapat diprediksi, menuntut kesiapan fisik dan mental yang baik bagi para pendaki. Pihak Basarnas dan komunitas pendaki berharap agar insiden ini dapat menjadi pembelajaran bagi para pendaki lainnya untuk selalu mematuhi prosedur keselamatan, tidak memisahkan diri dari kelompok, serta selalu mempersiapkan peralatan yang memadai untuk menghadapi kemungkinan terburuk di alam bebas.
Kepala Basarnas Jawa Tengah juga menegaskan pentingnya penggunaan alat komunikasi dan pelacak GPS bagi para pendaki, terutama di jalur-jalur yang memiliki tingkat risiko tinggi seperti Gunung Slamet. “Pendaki perlu dilengkapi dengan alat pelacak sehingga dalam kondisi darurat seperti ini, mereka lebih mudah ditemukan,” tambah Suhardi.
Sementara itu, Naomi sendiri menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh tim penyelamat yang telah bekerja keras untuk menemukannya. “Saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pencarian dan penyelamatan saya. Ini adalah pelajaran hidup yang sangat berharga bagi saya, dan saya bersyukur bisa kembali dengan selamat,” tutup Naomi.