Kondisi Rupiah saat ini dinyatakan lebih stabil oleh Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz, dibandingkan periode taper tantrum tahun 2013. Faktor-faktor fundamental menjadi alasan utama yang mendukung kestabilan Rupiah, meskipun mengalami pelemahan baru-baru ini.
Menurut Irman, faktor pertama adalah kondisi current account atau selisih antara nilai ekspor-impor Indonesia. Selama periode taper tantrum, Indonesia mengalami defisit current account yang membuat permintaan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meningkat. Namun, saat ini, kondisi current account Indonesia telah mengalami surplus selama 38 bulan terakhir. Meskipun terjadi koreksi karena penurunan harga komoditas ekspor, surplus ini tetap berdampak positif terhadap nilai Rupiah.
Selain itu, Irman juga menyoroti persentase kepemilikan surat utang. Selama periode taper tantrum, asing memegang 30% surat utang yang diterbitkan di Indonesia. Namun, saat ini persentasenya menurun menjadi 14%-15%. Lebih banyak kepemilikan domestik terhadap surat utang membuat perekonomian Indonesia lebih tahan terhadap gejolak ekonomi global. Kondisi ini mengurangi dampak cepat dari fenomena global terhadap ekonomi domestik.
Meskipun demikian, Rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Menurut data Refinitiv, Rupiah melemah sebesar 0,66% ke posisi Rp15.310/US$. Ini merupakan pelemahan harian terdalam dalam lebih dari empat bulan. Faktor eksternal, seperti ketidakpastian terkait risalah Federal Open Market Committee (FOMC) dari Amerika Serikat, turut berkontribusi pada pelemahan Rupiah.
Kesimpulannya, kondisi fundamental yang lebih baik, termasuk surplus current account dan peningkatan kepemilikan domestik terhadap surat utang, telah menjaga Rupiah tetap stabil dan resisten terhadap gejolak ekonomi global. Meskipun mengalami pelemahan terbaru, Rupiah tetap menghadapi tekanan eksternal yang dapat memengaruhi nilai tukar.