Prediksi mesin akan menggantikan manusia di sejumlah pekerjaan sudah banyak dibuat. Ternyata, hal itu berlaku pula untuk posisi-posisi yang prestisius.
Mengutip The Conversation, ada kemungkinan algoritma bisa menggantikan pekerjaan manajerial alias menjadi bos untuk manusia. Saat ini saja, sudah ada peningkatan penerapan algoritma untuk pekerjaan semisal menyeleksi aplikasi kerja, mengevaluasi pekerja, mendelegasikan pekerjaan, dan bahkan memecat karyawan.
Diprediksi, pendelegasian tugas atau pekerjaan kepada algoritma pun akan terus meningkat. Hal itu seiring dengan semakin canggihnya teknologi pemantauan semisal pada alat untuk memantau pergerakan karyawan. Dari segi efisiensi, penerapan algoritma ini menguntungkan bagi perusahaan. Uber misalnya, yang teknologinya bisa mengawasi 3,5 juta supir menurut laporan tahunan mereka.
Algoritma atau kecerdasan buatan juga bisa digunakan untuk mengoptimasi organisasi bisnis. Lagi-lagi hal itu sudah dilakukan Uber dengan teknologi peningkatan tarif saat jam-jam sibuk agar para supir termotivasi bekerja. Hal tersebut mungkin dilakukan karena algoritma bisa memproses perubahan waktu terkini dari permintaan penumpang. Akan tetapi, penerapan teknologi ini bukan tanpa masalah. Amazon telah menonaktifkan sistem penilaian CV mereka yang dinilai diskriminatif. Sistem itu lebih sering memberi nilai tinggi kepada CV dari calon karyawan pria daripada wanita.
Di luar itu, ada isu lain seputar penerapan algoritma yakni transparansi. Algoritma klasik diprogram untuk membuat keputusan berdasarkan instruksi langkah demi langkah dan hanya mengeluarkan hasil yang diprogram. Sementara itu, algoritma berbasis pemelajaran mesin belajar untuk membuat keputusan sendiri berdasarkan data. Itu artinya, mesin tersebut menjadi lebih kompleks seiring dengan waktu perkembangannya.